Sudah tiga minggu ini saya "ngoprek" koleksi picture-books dari Persia/Iran (dalam bahasa Farsi), mumpung ada teman lama (di US) dalam urusan digitasi buku yang memberi akses pada hasil kerjaan group-project dia, special-collection picture books dari penerbit terbesar di Iran. [Barangkali satu saat bakal aksesibel via Internet, tetapi saat ini aku boleh "ngintip duluan" (sneak peek). Karena aku nggak ikutan dapat ijin lisensinya, hasilnya tidak dapat aku distribusikan atau dipasang di website -- menurut fair-use, kritik, studi dan pembahasan di kelas masih okay.]
Dunia buku anak di Iran ini merupakan fenomena (atau anomali)
yang sangat menarik, bisa jadi inspirasi untuk belasan doctor
thesis. Koleksi ini archive dari penerbit, dalam rentang 30
tahun, lebih dari 12.000+ halaman, hi-res images -- yang selama 3
minggu ini saya download, halaman demi halaman. Koleksi (yang memenuhi
kriteria saya) terdiri dari 326 picture-books, dan dari jumlah
tersebut 271 mendapat award atau nominasi internasional (negeri
Iran/Persia memborong awards jauh lebih banyak dari negara manapun di
dunia).
Selanjutnya, dalam 3-4 minggu mendatang, pekerjaan yang harus
dilakukan adalah "menjahit" halaman-halaman menjadi buku
(pdf), dan kemudian proses klasifikasi dan kompilasi menjadi
digital-library supaya lebih mudah diakses dan dipelajari.
Sebagian kecil yang sudah selesai saya tunjukkan didepan kelas design
Senirupa-ITB 2 minggu yang lalu, yang hadir termasuk dosennya cuma
bisa kemekmek terlongong-longong ... [if I'm allowed to say 'I told
you so' ... you guys have to go out there more frequently ...
biar nggak kuper].
Genre picture-book ini sebetulnya bukan tujuan utama dari riset
saya, tetapi begitu sudah memulai sesuatu saya ini selalu "to
deeply go where no one has gone before" [dengan kebandelan yang
hanya bisa disaingi oleh Mbah Marijan]. Dan setelah bergumul dengan
koleksi special ini (saya yakin di Indonesia belum pernah ada yang
melihat ini kecuali "sneak preview" di kelas Senirupa-ITB
itu), saya bener-bener memahami apa artinya ilustrasi buku yang baik
itu. Dan kalau ini membantu proses menanamkan kecintaan baca bagi
anak-anak ... well, it deserves very special attention.
[ Catatan: Ada ujar-ujar Mexico/Spanish yang sangat mengena dalam
soal ini: Una pintura es un poema sin palabras ... a
painting/picture is a poem without words. Ini kelihatan dari wajah
anak-anak desa Cijengkol yang setiap hari Minggu berkumpul membentuk
kelas ditengah sawah (aktivitas murid saya yang nomor 2). Umur mereka
antara 3-9 tahun, rentang usia dalam target riset saya. Yang belum
bisa baca, saya minta untuk "membaca gambarnya saja" ...
And it works! (as predicted). ]
Selama 17 tahun belakangan saya tergerak untuk menggali kembali,
dan mengembangkan lebih dalam dan luas, riset kolosal David McClelland
di Harvard di tahun 50-60an, "The Achieving Society
(1961)" -- yang menunjukkan kaitan erat antara dongeng/buku
anak-anak dengan kemajuan industri satu masyarakat/bangsa. Singkat
kata, buku/dongeng di masa kecil itu membentuk karakter kita setelah
dewasa (sebagai individu maupun secara kolektip).
Kalau dibalik, dalam konteks praxis social-engineering
misalnya, kalau kita memang menginginkan generasi mendatang, 20-30
tahun y.a.d., adalah masyarakat dengan karakter yang unggul, sekarang
ini banjirilah anak-anak kita dengan buku-buku, ceritalah kepada
mereka dongeng-dongeng yang mengandung "pesan moral" yang
unggul (e.g. courage, honor, love, loyalty, integrity, respect, ...
etcetera.). Menelusuri children literature memberikan evidence
bahwa bangsa yang "berhasil" saat ini sudah melakukan
conditioning lewat buku/dongeng jauh sebelumnya.
Paling tidak pesan yang kita harapkan tertanam dalam benak dan
kepribadian si anak nanti bukanlah seperti pada dongeng kancil
kita selama ini: nyolong, ngapusi, nyolong, ngapusi ... dan sang
kancil itu dianggap sebagai "cerdas" bahkan sedikit heroik
[bisa 'get away' dari hukuman/konsekwensi dari akibat perbuatan
buruknya]
Nuwun,
Moko/
PS: Buat yang belum kenal, seperti pernah saya tulis di milis
alumni ITB, saya ini juga anak-turun wong Solo, jadi waktu ditanya
seorang ibu di Chicago, "Panjenengan punika aslinipun saking
pundi?" -- karena yang tanya pakai bahasa halus saya tidak
langsung bilang, "Gandrik! Aku ini anak-turune wong Solo,"
tetapi jawaban yang tidak kalah mlipisnya, "Bapak-Ibu saking
Solo, lahir wonten Malang, menawi aslinipun ... asli
Madison!"
Posted on milis itbsolo Apr 12, 2011
2:57 a
Posted on milis itbsolo Apr 12, 2011
2:57 a
No comments:
Post a Comment