Sunday, February 19, 2012

Cluster Komunitas di Kota Solo

Tahun 80-an saya pernah membaca suatu artikel mengenai penyebab " kerusuhan di Solo ". Di dalam artikel  tersebut menyebutkan bahwa " kerusuhan di Solo " itu disebabkan oleh kesenjangan status ekonomi antara penduduk Solo asli dan pendatang.

Penduduk asli Solo, kebanyakan tinggal di daerah pinggiran kota, karena terdesak oleh kaum pendatang. Kaum pendatang dan penduduk asli Solo  menengah-atas  yang secara ekonomi lebih kuat menempati daerah kota, seperti :

Orang-orang Kalimantan ( Banjarmasin ), menempati daerah Kemlayan.

Orang-orang Arab, menempati daerah Pasar Kliwon.

Orang-orang Madura, menempati daerah Sangkrah.

Orang-orang China, menempati daerah Balong.

Daerah Singosaren, banyak orang-orang Padang yang tiggal disitu.  Orang Solo yang ekonominya menengah, tinggal di Kauman dan Keprabon ( biasanya pengrajin batik ). Pengusaha Batik yang kaya dan berhasil, tinggal di Laweyan, biasanya bukan asli Solo, mereka dari Desa Galgendu (Klaten/Delanggu ?).

Para keturunan raja dan abdidalem, tinggal di sekitar Mangkunegaran dan Istana Kasunanan.

Para pegawai kotapraja, kebanyakan menempati daerah Penumping, untuk yang menengah. Pamong praja kelas atas, kebanyakan tinggal di Banjarsari

Jadi, penduduk asli solo yang ekonominya lemah, tergeser kearah pinggiran, seperti, Purwosari, Mojosongo, Sumber, Nusukan. Jagalan. 

Apalagi, orang Solo asli itu, kebanyakan yang bekerja adalah kaum perempuan-nya, biasanya berdagang kain dan batik di Pasar Klewer. Para lelaki asli Solo, kebanyakan jaga rumah, ngingu perkutut dan adu jago.

Para wanita asli Solo, selain berdagang batik di Pasar Klewer, juga banyak yang berbisnis kuliner. Coba, kita perhatikan, nama-nama wanita Solo yang terkenal dengan bisnis kulinernya. Soto Giyem (Tipes), nasi liwet mbak Yanti (Purwosari) dan  bu Wongso Lemu (Keprabon), bakmi ketoprak yu Nani ( Kratonan), gudeg ceker bu Broto ( Margoyudan)

Menurut penulisnya, inilah yang menyebabkan kecemburuan sosial antara penduduk asli dan para pendatang. Kerusuhan-kerusuhan besar yang pernah melanda Kota Solo, selalu dimulai dari pinggiran kota, kemudian merambat ke tengah kota.

Setelah saya renungkan, apa yang dikatakan penulis tersebut sangat masuk akal.

No comments:

Post a Comment