Metaphor "empty cup" bukan berarti "nggak tahu
apa2" -- karena sesungguhnya kita ini tidak bisa "melupakan"
apa yang sudah kita pelajari, apa yang sudah kita ketahui. "Empty
cup" dalam konteks ini lebih berarti "mengosongkan pikiran"
[paling tidak untuk sementara] ... menghilangkan segala
preconception -- conception formed in advance of adequate
knowledge or experience, especially a prejudice or bias.
Sebetulnya ini tidak berbeda dengan attidude dasar dari science
... semua yang kita ketahui atau yakini sebagai "truth" itu
bersifat adhoc (sementara), hanya berlaku sampai ada
"truth baru" yang lebih baik, yang lebih menjelaskan.
Kalau
kita bersikukuh 'nggondeli' truth yang lama, yang kita yakini (mungkin
sejak lahir), mana bisa kita menerima adanya truth yang baru ini.
Akibatnya upaya untuk menemukan truth yang lebih baik ini mandeg ...
kemajuan science stagnant [seperti terjadi di masyarakat kita, bahkan
dikalangan kampus kita sendiri].
"Mengosongkan cawan" ini bukan barang mudah ... karena
ini bertentangan dengan nature manusia (yang ingin hidup tentram bisa
tidur nyenyak business as usual). Dalam ilmu psychology dikenal istilh
"cognitive dissonance" [Leon Festinger, 1950an] dimna
dijelaskan bahwa kalau ada dua atau lebih cognition yang bertentangan
-- misalnya, truth lama vs truth baru, orang cenderung memilih yang
lama (cari gampangnya) ketimbang truth baru (yang masih belum
sepenuhnya dimengerti).
Karena itulah sering kusinggung bahwa ini
butuh keberanian yang luar biasa, bahkan untuk melakukan hal-hal yang
"biasa" seperti mencoba ambil satu course di OCW-MIT itu
[yang sampai hari inipun belum ada yang laporan telah
melakukannya].
Dalam konteks fisika Newtonian, ini bisa dilihat sebagai
"inertia"(kelembaman) yang sangat besar, yang tidak mudah
dibelokkan/diubah begitu saja. Makin tua inertia ini makin besar
(akumulatip) sehingga kita makin susah belajar hal-hal yang baru. Hal
kelihatan jelas dalam urusan bahasa asing (salah satu observasiku
dalam riset linguistik) -- yang bagi anak-anak di Cijengkol (3-10
tahun) adalah "a piece of cake" (dalam waktu yang sama aku
memperkenalkan bahasa Inggris, Spanyol dan Perancis ... they just
gobbled 'em up like it was a piece of cake :-)
"Truly wonderful,
the mind of a child is."
-- Master Yoda, in Star War
____
Catatan: Buat para penggemar cerita silat, metafor ini dipakai
oleh Chin Yung dalam cerita Sin-tiauw hiap-lu, dimana Siauw-liong-li
dengan mudah mempelajari ilmu yang seharusnya sulit untuk dipelajari
orang-orang yang "pintar/cerdas" ...
ilmu memecah pikiran dari Ciu-pek-tong yang kuncinya terletak pada
"hun-sim-ji-yong" (membagi perhatian untuk dua peranan). Justeru
orang yang cerdik pandai, orang yang banyak berpikir dan suka
berpikir, malahan sulit disuruh belajar ilmu silat ini.
Siauw-liong-li meskipun cerdas, sejak kecil sudah terlatih untuk
mengontrol emosinya, dengan "mengosongkan pikiran" yang
menjadi dasar ajaran perguruannya di Kuburan Mayat Hidup.
Moko/
++++++++++
No comments:
Post a Comment