Selasa kemarin saya melewati rute baru, menggunting pulau jawa tepat di tengahnya, dari utara ke selatan.
Diawali
dengan pesawat dari Jakarta turun di Semarang, lalu bermobil ke
Pekalongan, lalu belok ke selatan di daerah Wirodeso ke arah Kajen,
ibukota kabupaten Pekalongan. Dari sana bergerak ke selatan ke arah
kecamatan Kandang Serang. Ternyata, daerahnya sangat subur, hijau, lebat
ditumbuhi pepohonan, baik kayu keras maupun lunak. Sungainya berbatu
dan cenderung jernih meskipun musim hujan karena minimnya pasir.
Dari sana, bergerak lagi mendaki ke arah selatan, ke Kecamatan
Paninggaran, dan sampai di pasar, belok kanan sejauh 15-an km, meninjau
lokasi calon bendungan. Sepanjang daerah Kandang Serang - Paninggaran,
didominasi tanaman keras berupa pinus. Tanaman ini tumbuh di lahan
perhutani dan disadap getahnya oleh masyarakat untuk dijadikan bahan
baku industri. Diameter batang pinus sudah cukup besar, bahkan ada yang
di kisaran 30-40 cm. Di bantaran sungai, pemandangannya sangat indah.
Sawah trap-trapan terasering bertumpuk2 dengan sangat indahnya, mungkin
mencapai lima puluh trap lebih.
Selesai dari sini, perjalanan diteruskan mendaki ke selatan, ke arah
Kalibening. Perjalanan tidak mudah. Selama ini yang saya tahu Pacitan
itu sudah sulit medannya, ternyata rute Paninggaran - Kalibening -
Banjarnegara ini tingkat kesulitannya sama, tetapi jauh lebih panjang,
mungkin sekitar 6 kali jaraknya. Sedari Kajen, jalan berkelok, menanjak,
menurun, sempit, dan beberapa rusak. Terkadang berpapasan dengan
pengguna jalan lain sehingga harus berbagi hingga turun ke berem tanah.
Lepas dari pertigaan Kalibening, bila lurus ke arah pegunungan Dieng
yang tembus Wonosobo, kami justru berbelok ke kanan karena mengambil
rute jalur pintas. Ternyata perjalanan lebih berat karena sangat curam,
sempit, jalan rusak. Tetapi pemandangan sangat indah. Sayangnya hari
sudah mulai gelap karena sudah lewat jam 18. Di kanan kiri terdapat
kebun teh, serta terhampar pula kebun salak milik masyarakat.
Pemandangan indah pegunungan Dieng hanya sempat terlihat sesaat saja
karena hari gelap dan berkabut tebal. Sayang sekali.
Sampai di Banjarnegara, jam sudah menunjukkan 19 lewat. Sejam
berikutnya perjalanan diteruskan kembali ke Semarang, melalui rute
Wonosobo, Temanggung, Ambarawa, Ungaran. Tanjakan curam Wonosobo hingga
turunannya ke Temanggung masih saya saksikan di keremangan malam, sambil
menemani Mas Diky yang mengemudikan Innova. Lepas dari kota Temanggung,
mata sudah tidak kuat melek setelah malam sebelumnya tidak bisa tidur
karena takut tertinggal pesawat jam 5.40 pagi, sehingga terpaksa
begadang. Jam 23.30 perjalanan berakhir di Ungaran, dengan kepenatan
yang luar biasa tentunya.
Sayangnya, saya tidak membawa kamera untuk bisa mengabadikan lokasi2
indah ini. Ada baiknya bila kawan2 tertarik atau pernah melewati rute
tersebut berbagi cerita atau bahkan foto2nya. (SON)
Terima kasih sudah membaca.
--
mukhlason
ic/pnrbngn/99
Januari 2012 saya melewati rute ini ketika harus menilai peserta Indonesia MDGs Awards 2011. Bener sekali cerita yang disampaikan oleh rekan Muchlason dan yang saya kagum sepanjang jalan hanya ada satu rambu lalu lintas yg dijumpai ... yaitu peringatan jalan berkelok-kelok ... yg saya istilahkan cuma ketemu rambu uler.... hehehe... keren pemandanganannya memang. Kalo saja Wonosobo dijadikan sebagai "Kota bunganya Jawa Tengah" maka jalur tengah antara Solo/Jogya - Magelang - Purwokerto akan sangat keren sekali dan berpotensi sebagai agrowisata.
ReplyDelete